I. Gambaran Masyarakat
Lamalera merupakan sebuah kampung yang terletak di Kabupaten Lembata Nusa Tenggara Timur (NTT). Masyarakat Lamalera merupakan masyarakat yang memandang laut dan darat mempunyai pengaruh hubungan yang saling timbal balik. Apa yang dilakukan seseorang di darat akan mempengaruhi apa yang akan terjadi di laut, begitu pun sebaliknya. Pengetahuan masyarakat terhadap hubungan laut dan alam memunculkan persepsi bahwa perilaku yang sesuai dengan norma yang dianut harus selalu dilakukan agar ekosistem selalu stabil dan dapat dimanfatkan secara berkelanjutan. Keyakinan ini pula yang menjadikan prosesi penangkapan paus yang merupakan mata pencaharian utama di Lamalera mengandung nilai dan norma yang khas.
Masyarakat Lamalera merupakan masyarakat dengan tradisi yang dipengaruhi oleh ajaran Katolik, karena daerah Lamalera termasuk salah satu daerah penyebaran Katolik pertama di Indonesia. Masyarakat melakukan berbagai ritual yang berkaitan dengan penangkapan paus, diantaranya perayaan misa arwah yang dilaksanakan di pantai depan Kapel Santo Petrus yang dipimpin oleh seorang Pastor. Misa dilanjutkan keesokan harinya dengan misa lefa dan pemercikan air suci ke perahu-perahu. Sedangkan upacara ceremoti dihadiri oleh seluruh masyarakat di kampung Lamalera untuk membicarakan seluruh persoalan terutama persoalan mengenai perburuan dengan berbagai tahapan yang telah disepakati bersama dan harus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat.
Dalam perspektif psikologi, agama mempunyai pengaruh yang besar dalam setiap perilaku yang muncul. Dasar pengetahuan agama merupakan spirit yang cukup besar dalam menjaga keberlangsungan kearifan lokal atau justru menjadi dasar munculnya kearifan lokal. Pemaknaan lingkungan yang kaya akan nilai-nilai keterikatan dengan alam ditunjukkan dalam prosesi penangkapan paus yang dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sederhana yaitu layar, tali (yang terbuat dari benang kapas, daun gebang dan serat kulit waru), pancing, tempuling atau harpun, peledang (perahu) dari kayu, sampan, galah tempat menamcapkan harpun untuk menombak, alat untuk menggayung air, gentong air, dan faje (alat untuk mendayung). Hal ini sangat berbeda dengan yang dilakukan sebagian penduduk di luar Lamalera yang melakukan perburuan dengan menggunakan peralatan yang merusak lingkungan. Penangkapan paus yang dilakukan oleh masyarakat Lamalera hanya bertujuan untuk konsumsi masyarakatnya, dan bukan untuk keperluan niaga yang bertujuan mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya.
Selain teknik penangkapan, masyarakat Lamalera juga menentukan jenis dan kondisi paus yang dapat ditangkap yaitu paus sperm yang dalam kondisi tidak hamil. Paus biru dilindungi dan tidak menjadi sasaran penangkapan karena berdasarkan mitologi yang diyakini oleh masyarakat secara turun temurun, paus biru pernah berjasa menolong penduduk Lamalera yang mengalami kecelakaan di laut. Oleh karena itu, paus biru harus dihormati dan tidak boleh ditangkap.
Masyarakat Lamalera tidak hanya memiliki kearifan terhadap sumber daya alam, namun juga kearifan yang sangat mulia terhadap sesamanya. Masyarakat menempatkan para janda, fakir miskin dan anak yatim piatu pada posisi utama dalam pembagian hasil laut, yang menunjukkan tingginya naluri prososial yang dimiliki oleh masyarakat Lamalera. Tubuh koteklema dinilai telah memiliki peta khusus untuk pembagian, misalnya selain daging dan lemaknya, para pemilik kapal berhak mendapatkan bagian dari jantung dan sayatan bagian ekor diberikan kepada matros yang ikut membunuh paus. Semua penduduk telah mengetahui bagian mana yang sudah menjadi haknya, dan hak tersebut telah diatur berdasarkan perannya dalam perburuan paus maupun perannya dalam hubungan sosial.
Kesahajaan juga sangat tercermin dalam mekanisme pasar yang dilakukan oleh masyarakat Lamalera. Masyarakat masih mempertahankan sistem barter dalam memperoleh barang kebutuhan. Di atas pegunungan ada desa yang dinamakan Wulandoni, yang setiap hari Sabtu sering dilakukan pasar barter. Banyak pendatang membawa barang seperti jagung, pisang sampai bahan bahan kebutuhan rumah tangga yang ditukarkan dengan daging paus. Aktivitas barter tersebut bukan hanya menjadi bagian dari aktivitas yang telah dilakukan secara turun temurun, namun melalui sistem barter masyarakat Lamalera dapat terjaga dari dampak negatif pertarungan ekonomi global yang sangat ditentukan oleh naik turunnya nilai tukar mata uang. Sistem barter mengandung nilai-nilai yang sangat arif yang ingin dijaga oleh masyarakat Lamalera.
II. Teori Pendukung Analisis
Psikologi lingkungan merupakan bagian dari ilmu psikologi yang mempelajari hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lebih jelas Holahan (1982) mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai bidang psikologi yang meneliti hubungan timbal balik antara lingkungan fisik dengan tingkah laku dan pengalaman manusia. Hubungan timbal balik disini bermakna memposisikan perilaku manusia dan kondisi lingkungan sebagai sentral dalam pembahasan permasalahan lingkungan.
Perilaku manusia sebagaimana dikemukakan dalam Gestalt disebabkan oleh proses-proses persepsi, sehingga mempelajari proses persepsi dan kognisi manusia lebih penting daripada mempelajari perilaku manusia yang tampak. Sementara itu, teori medan dari Kurt Lewin menjelaskan hubungan antara manusia dengan alam, dimana perilaku manusia merupakan fungsi dari lingkungan dan organisme. Teori ekologi ini mempunyai asumsi dasar yaitu: a) perilaku manusia terkait dengan koteks lingkungan, b) interaksi timbal balik yang menguntungkan antara manusia dengan lingkungan, c) interaksi manusia dengan lingkungan bersifat dinamis, dan d) interaksi manusia dengan lingkungan terjadi dalam beberapa level dan tergantung pada fungsi. Salah satu teori yang didasarkan pada pandangan ekologis adalah behaviour setting (setting perilaku). Teori behaviour setting lebih menekankan pada perilaku kolektif, yakni hubungan antara manusia dengan lingkungan lebih dijelaskan dari sisi sifat atau karakteristik sosial seperti kebiasaan, aturan, aktifitas tipikal, dan karakteristik fisik.
Dalam konteks kehidupan sosial, teori ekologis ini merupakan pendekatan yang dapat menerangkan munculnya kearifan lokal dari sudut pandang psikologi lingkungan. Sedangkan teori-teori yang lain dapat bermanfaat untuk menjelaskan dinamika psikis sosial masyarakat dalam menghadapi perubahan-perubahan dari lingkungan. Pola adaptasi yang mengandung karakteristik sosial (kebiasaan, aturan, aktifitas tipikal, dan karakteristik fisik) akan dapat membentuk kepribadian yang khas dari masyarakat. Ketika pola adaptasi ini dilakukan secara kolektif maka akan mencerminkan kepribadian kolektif atau kepribadian masyarakat. Kepribadian ini kemudian disepakati dalam bentuk norma-norma yang harus ditaati masyarakat secara turun temurun, yang kemudian membentuk sebuah kearifan lokal.
Kearifan lokal merupakan produk dari hubungan perilaku masyarakat terhadap alam dan sebaliknya hubungan alam terhadap perilaku masyarakatnya, termasuk norma-norma yang terkait dengan pengetahuan, teknologi, kepercayaan dan kelembagaan yang dipraktekan oleh masyarakat selama bertahun-tahun dalam mengelola sumberdaya alam yang ada, yang bertujuan agar keseimbangan ekosistem selalu terjaga. Bentuk kearifan lokal yang dimiliki suatu daerah akan berbeda dengan daerah lainnya sesuai dengan setting lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat di daerah tersebut.
III. Analisis Dengan Teori Komponen Latar Sosial
Teori komponen latar sosial berdasarkan pada novel Suara Samudra Catatan Lamalera karya Maria Matildis Banda, "Kearifan Lingkungan Pada Masyarakat Lamalera" dan "Tradisi Berburu Paus Desa Lamalera Ntt". Latar sosial berkenaan dengan aspek-aspek berikut: 1) Budaya, 2) Keyakinan, 3) Pola pikir, 4) Sikap, 5) Status sosial, 6) Organisasi sosial, 7) Kesenian, dan 8) Bahasa.
- Aspek Budaya. Wujud budaya lebih dominan digambarkan dalam kegiatan perburuan mamalia paus yang merupakan budaya turun-temurun dan dilakukan dengan peralatan tradisional seperti peledang (perahu layar tanpa mesin) dan tempuling (tombak bambu yang ujungnya berkait terbuat dari besi). Dalam masyarakat Lamalera, terdapat suatu gagasan (keyakinan) yang berdasar dari tradisi turun-temurun bahwa motif koteklema tidak diizinkan pemakaiannya pada sarung tenun hasil kerajinan tangan masyarakat setempat kecuali giginya, dikarenakan keistimewaan dan kesakralan yang disematkan pada koteklema oleh masyarakat Lamalera.
- Aspek Keyakinan. Keyakinan yang berkembang di Lamalera dapat digolongkan ke dalam aliran sinkretisme yang terbentuk dalam masyarakat, yakni percampuran antara agama dengan unsur lain, termasuk budaya. Terlihat dari ritual-ritual tradisi yang dilakukan dengan menyertakan doa-doa kepada Tuhan sekaligus leluhur. Keyakinan yang dianut oleh masyarakat Lamalera terwujud dalam perpaduan dua keyakinan, yakni agama samawi dan keyakinan terhadap agama yang diwariskan oleh nenek moyang (memanggil roh-roh leluhur dalam ritual adat).
- Aspek Pola Pikir. Mayoritas masyarakat Lamalera menggantungkan hidupnya dari hasil laut terutama paus sehingga pengetahuan masyarakat tentang lingkungan selalu berhubungan dengan laut dan paus. Pengetahuan tersebut memunculkan persepsi tersendiri terhadap alam yang kemudian membuat perilaku yang khas dari masyarakat Lamalera dalam berinteraksi dengan alam. Pola pikir yang bersifat lokalitas tersebut, kemudian menumbuhkan kearifan tradisional yang spesifik. Kearifan lokal masyarakat Lamalera menggunakan memberikan kontribusi yang besar dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam. Pola pikir masyarakat Lamalera ditunjukkan dalam kegiatan bermusyawarah yang dilakukan untuk memecahkan segala permasalahan yang dipengaruhi oleh faktor kultur/budaya turun-temurun.
- Aspek Sikap. Sikap masyarakat Lamalera dipengaruhi oleh keyakinan yang dianut dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam perspektif psikologi, agama mempunyai pengaruh yang besar dalam setiap perilaku yang muncul. Terlihat dari sikap masyarakat ketika menghadapi hampir setiap masalah yang selalu melibatkan Tuhan maupun leluhur. Misalnya, tidak boleh menggunakan motif koteklema pada sarung tenun karena itu akan melanggar aturan, akan mengundang amarah leluhur dan lain sebagainya.
- Aspek Status Sosial. Tidak ada perbedaan status sosial berdasarkan penguasaan maupun pada kepemilikan materi dalam masyarakat Lamalera. Pengelompokan di dalam masyarakat di Lamalera cenderung didasari oleh peran dan fungsi masing-masing orang terhadap suku maupun komunitas secara keseluruhan. Selain tiga pemuka suku besar yaitu Bataona, Belikololo dan Lefotukan yang berperan sebagai likatelo atau lembaga kepemimpinan di dalam masyarakat serta dua suku tuan tanah, semua masyarakat diposisikan secara sama dan setara.
- Aspek Organisasi Sosial. Ditunjukkan pada hubungan antara keluarga inti, hubungan kakek dan cucu, dan hubungan kekerabatan lain. Kekerabatan dalam masyarakat Lamalera dianggap begitu penting. Ketiga asas hubungan kekerabatan masih dapat dipertahankan oleh masyarakat Lamalera agar keturunan yang diperoleh lewat hubungan perkawinan, keturunan dan darah dapat terjaga dengan baik.
- Aspek Kesenian. Kesenian yang ada dalam masyarakat Lamalera yakni terdiri dari beberapa bentuk yang meliputi seni gerak, seni musik, seni vokal, seni lukis, dan seni kesusastraan. Kesenian dalam masyarakat Lamalera senatiasa hadir dalam setiap kegiatan tradisi.
- Aspek Bahasa. Bahasa yang dominan digunakan dalam masyarakat Lamalera adalah bahasa Lamalera. Hal itu tercermin dalam setiap kegiatan ritual tradisi yang dilakukan masyarakat baik pada percakapan biasa maupun pada doa-doa yang dipanjatkan.
Referensi :
https://www.nationalgeographic.com/culture/article/a-shamans-fight-to-save-indonesias-last-subsistence-whale-hunters
https://www.indonesia.travel/id/en/destinations/bali-nusa-tenggara/flores/the-whale-hunt-of-lamalera.html
https://www.outsideonline.com/gallery/whale-hunt-lamalera-indonesia/
https://thediplomat.com/2018/07/the-worlds-last-whale-hunters/
https://indonesiaexpat.id/travel/lamalera-the-traditional-whale-hunters-of-east-nusa-tenggara/
https://pdfs.semanticscholar.org/fc8e/281ec22db1434df04dbc7580aba9d14b2ef0.pdf_ga=2.1405241.945306951.1583927817-2117502612.1551279875
https://www.semanticscholar.org/paper/Latar-Sosial-dalam-Novel-Suara-Samudra-%28CatatanAtthahirah/fc8e281ec22db1434df04dbc7580aba9d14b2ef0
https://www.researchgate.net/publication/318581320_Kearifan_Lokal_Masyarakat_Lamalera_SebuahEkspresi_Hubungan_Manusia_Dengan_Laut
No comments:
Post a Comment