Sunday, August 4, 2024

Analisis Kasus Sosial "Balita 2,5 Kecanduan Merokok"

sumber : kumparan.com

sumber : sukabumiupdate.com

I. Gambaran Permasalahan Subjek

Seorang balita 2,5 tahun berinisial RF sudah kecanduan rokok sejak satu bulan terakhir. Perilaku kecanduan mengkonsumsi rokok tersebut bermula dari rasa penasaran RF saat melihat orang-orang di lingkungannya yang mayoritas mengkonsumsi/menghisap rokok. RF ingin memenuhi rasa penasarannya untuk merokok setelah melihat ada seseorang yang membuang puntung rokok di dekat rumahnya, yang kemudian RF mulai mencoba menghisap rokok dari sisa orang tersebut, bahkan Ibu RF sempat memergoki anaknya mengumpulkan puntung rokok dalam satu kantung kresek kecil. RF sering meminta ayahnya untuk mengantarkannya ke warung untuk membeli kopi dan rokok. Dalam sehari RF bisa menghabiskan sampai dua bungkus rokok. RF juga sering meminta rokok kepada orang lain yang lebih dewasa bila keinginannya untuk merokok dilarang oleh pihak keluarga. Jika keluarga melarang RF mengkonsumsi atau menghisap rokok, RF seringkali merengek dan marah bahkan sampai mencakar orang tuanya, hingga kemauannya tersebut dituruti. RF cenderung terlalu dimanja oleh kedua orang tuanya dikenakan balita tersebut merupakan anak bungsu dari lima orang bersaudara. Balita berusia dua setengah tahun tersebut telah mendapat pengawasan medis dari puskesmas setempat. 

II. Identifikasi Penyebab Permasalahan

  • Faktor Internal (Dalam diri Individu)

  1. Rasa Ingin tahu. Masa kanak-kanak merupakan masa pengenalan terhadap lingkungan sosial. Pada masa ini anak akan sangat memperhatikan apapun yang yang ada di sekitarnya. Keingintahuannya tersebut diwujudkan dalam usaha untuk meniru berbagai perilaku yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya. Anak cenderung memiliki rasa keingintahuan yang sangat besar, rasa keingintahuan ini dapat didukung oleh keinginan anak untuk menjadi sama dengan perilaku orang-orang di sekelilingnya.
  2. Aspek Kepribadian. Masa kanak-kanak merupakan masa pembentukan dan perkembangan kepribadian pada anak. Apabila keluarga tidak mampu berperan dalam mengarahkan pembentukan dan perkembangan kepribadian anak, maka dapat mengakibatkan anak mengalami adanya gangguan perkembangan atau bahkan mengalami percepatan gangguan kepribadian.
  3. Perkembangan Emosi. Emosi dapat berbentuk perasaan senang, marah, kecewa, senang, takut, dan sebagainya. Pada fase ini anak memerlukan pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup kapasitas untuk dapat mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional. Kemampuan untuk mentoleransi frustasi merupakan upaya anak untuk menahan diri dalam situasi ketika diminta melakukan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan anak, yang apabila emosi tidak dapat terkontrol dengan baik maka dapat menimbulkan perilaku yang tidak terorganisir atau bahkan berperilaku impulsif. Anak diharapkan mampu untuk mengekspresikan emosinya dengan baik dan tanpa merugikan orang lain, serta dapat belajar melakukan meregulasi emosi.
  4. Kebiasaan Anak. Kebiasaan anak sehari-hari merupakan faktor yang dapat membentuk pola pikir anak ketika memproses suatu situasi, dimana apabila anak berperilaku yang kurang baik baik karena terpengaruh dari lingkungannya, serta ditambah oleh kurangnya pengawasan dari orangtua untuk mendidik dan mengarahkan anak, dan apabila perilaku kurang baik tersebut berlangsung terus-menerus, maka akan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar anak, anak dapat mengembangkan perilaku yang menurutnya positif, namun perilaku tersebut kenyataannya justru negatif atau dapat merugikannya, maupun sebaliknya sesuai dengan kebiasaan yang telah dilakukan sehari-hari.

  • Faktor Eksternal (Luar diri Individu)

  1. Iklan dan promosi rokok. Dari dalam dan diluar rumah sekalipun seringkali iklan dan promosi rokok ini mengiringi berbagai acara dan kegiatan yang diikuti khususnya kalangan anak dan remaja. Dengan kekuatan visualnya, iklan-iklan ini menyampaikan pesan jika perokok merupakan sosok yang keren, berani, percaya diri, kreatif dan setia kawan. Sangat mudah menggiring anak dan remaja, yang dalam proses perkembangannya tengah mencari jati diri, sehingga dapat mengarahkan anak untuk menjadi perokok pemula.
  2. Lingkungan dan keluarga. Lingkungan keluarga dan masyarakat selama ini kurang mempedulikan adanya fenomena baby smoker, karena merokok dianggap sebagai hal yang wajar dilakukan bagi sebagian besar masyarakat. Bahkan tak jarang perilaku baby smoker timbul karena anggota keluarga dan masyarakat disekitar yang mengkonsumsi rokok secara terang-terangan. Sehingga hal tersebut memungkinkan anak meniru perilaku anggota keluarga lainnya.
  3. Pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Indonesia, diduga menjadi salah satu faktor pemicu fenomena baby smoker. Rata-rata penduduk Indonesia yang menjadi perokok aktif kebanyakan memiliki pendidikan yang rendah, sehingga menyebabkan masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang cukup luas mengenai rokok, dampaknya bagi kesehatan diri sendiri, keluarga maupun orang lain disekitar.

III. Teori Pendukung Analisis

Sigmund Freud seorang pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi, membagi berkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan yaitu tahan infantil (0-5 tahun), tahap latin (5-12 tahun), dan tahap genital (<12 tahun). Tahap infantil merupakan tahap yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian individu, terbagi menjadi tiga fase yaitu fase oral, fase anal dan fase falis. Pada fase oral mulut merupaka daerah pokok aktifitas dinamik atau daerah kepuasan seksual yang di pilih oleh insthink seksual. Ketidakpuasan pada masa oral (seperti disapih dan kelahiran adiknya) dapat menimbulkan gejala regresi (kemunduran) yaitu individu berperilaku seperti bayi atau anak yang sangat bergantung kepada orang tuanya atau banyak tuntutan yang harus dipenuhi dan juga gejala perasaan iri hati (cemburu). Reaksi dari kedua gejala tersebut dapat dinyatakan dalam beberapa tingkah, seperti menghisap jempol, mengompol, membandel dan membisu seribu bahasa. Ketidakpuasan ini juga akan berdampak kurang baik bagi perkembangan kepribadian anak, seperti merasa kurang aman, selalu meminta perhatian orang lain atau egosentris. 

Menurut Freud, fiksasi (keterikatan permanen dari kebutuhan dasar manusia pada tahap perkembangan sebelumnya yang terjadi pada tahap ini) dapat membentuk sikap obsesif seperti misalnya perilaku makan dan merokok yang terjadi pada saat balita, dapat terbawa hingga fase kehidupan berikutnya yakni saat masa remaja dan dewasa. Apabila ditinjau dari kasus tersebut faktor yang mempengaruhi RF kecanduan merokok yaitu dari faktor lingkungan dan keluarga. Faktor lingkungan pada kasus ini memiliki pengaruh yang besar dalam munculnya perilaku merokok pada RF, pada usia 2,5 tahun yang merupakan usia "golden age", dimana rasa ingin tahu anak akan suatu hal sangat tinggi dengan melihat orang-orang disekitarnya menghisap rokok, maka kemudian RF berpikir sepertinya enak jika dirinya menghisap rokok juga, dan karena tidak hanya faktor lingkungan yang mendukung namun juga ada faktor keluarga yakni orang tua yang menuruti kemauan RF, membuat balita tersebut akhirnya mencoba rokok seperti yang orang-orang lakukan di sekitarnya. Keluarga RF, terutama kedua orang tuanya kurang mampu bersikap tegas kepada RF karena tidak tega ketika melihat RF menangis, berteriak dan marah bahkan sampai mencakar orang tuanya agar dituruti keinginannya untuk merokok dan minum kopi. RF kemudian akan menganggap bahwa dengan melakukan hal tersebut (marah, berteriak dan menangis) maka dirinya akan mendapatkan apa yang dia mau atau keinginannya akan dituruti.

Berdasarkan gejala-gejala perilaku yang muncul pada balita tersebut, maka pendekatan dalam konseling yang dapat dilakukan yakni menggunakan Analisis Transaksional (AT) yaitu dengan membuat kesepakatan atau perjanjian dengan anak yang secara jelas memberitahukan keseluruhan proses terapi, dan tentu juga membutuhkan bantuan dari keluarga dan orang tua sebagai kontrol dan support bagi anak agar dapat membantu dalam proses kesembuhan anak dari ketergantungan merokok, dalam proses terapi ini orang tua dan anak diharapkan mampu menjalin hubungan komunikasi yang baik sehingga support yang diberikan dapat terlaksana secara maksimal dan memperoleh hasil terbaik.


Kritik, saran maupun pujian tentunya akan sangat membantu penulis agar terus semangat 
dalam meningkatkan kemampuan untuk dapat membuat tulisan yang lebih baik kedepannya.
Terima kasih dan Semoga bermanfaat.
- Merinta Wira A

Referensi :

https://wawasan.bdkjakarta.id/index.php/wawasan/article/view/131/61

https://media.neliti.com/media/publications/181346-ID-pengaruh-fase-oral-terhadap-perkembangan.pdf

https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4168772/cerita-miris-balita-usia-2-tahun-di-sukabumi-jadi-pecandu-rokok

https://sukabumiupdate.com/detail/sukabumi/peristiwa/44563-Tak-hanya-Berusia-25-Tahun-Ini-Kasus-Anak-Merokok-di-Sukabumi-Hingga-Disorot-Media-Asing

https://regional.kompas.com/read/2018/08/14/14382861/kecanduan-anak-25-tahun-di-sukabumi-habiskan-2-bungkus-rokok-sehari?page=all

https://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/download/635/574

No comments:

Post a Comment